Sabtu, 22 September 2012

Permainan Tradisional

Anak-anak sekarang dari anak TK (mungkin pra TK) sampai usia mahasiswa sangat akrab dengan yang namanya PS, games online, angry bird, dan sebagainya. Boleh jadi sehari-harinya mereka hidup dengan itu. Mereka bermain dengan alat-alat yang serba digital, serba komputer. Bermain sendiri, asyik sendiri. Mereka tidak bersosialisasi. Bahkan banyak diantara mereka tidak mempunyai teman satupun di sekitar tempat tinggalnya. Seandainya mereka punya teman pastilah itu adalah teman sekolahnya. Dari sini jelas bahwa kecerdasan interpersonal anak tidak terasah.

Bandingkan hal di atas dengan masa sebelum merebaknya permainan seperti sekarang dimana anak bermain petak umpet, bola bekel, karet, congklak, dan sebagainya. Tidak ada permainan tersebut yang mengajarkan bermain sendiri. Mereka diajarkan cara bersosialisasi. Cara merayakan kemenangan sekaligus cara menerima kekalahan. Dan tanpa disadari telah dilatih kecerdasan interpersonal anak.

Dari realita yang terjadi di atas kita sudah sepantasnya mulai merenung, mungkinkah banyaknya kejadian seperti anak kurang menghormati orang yang lebih tua, tawuran anak sekolah, tidak menerima kekalahan dalam sebuah kompetisi (mungkin main bola ataupun pilkada) adalah akibat permainan yang mengajarkan individualistis. Terbiasa tidak memahami orang lain. Cenderung egois.

Kalau kita menengok ke belakang rasanya kenakalan-kenakalan masa lalu masih dalam taraf yang wajar. Anak cenderung sangat hormat kepada orang tua ataupun guru. Kalaupun ada tawuran itupun tidak semerebak sekarang. Tidak ada ceritanya orang meninggal setelah nonton sepak bola di stadion dan sebagainya.

Bukan berarti kita anti dengan permainan masa kini tetapi rasanya layak anak-anak kita mulai dikenalkan kembali dengan permainan seperti petak umpet, bola bekel, karet, gobak sodor, congklak, benteng dan sebagainya.

Jika seandainya orang tua memfasilitasi, sekolah-sekolah membuat program, bahkan tiap RT ada sarana untuk permainan tradisional rasanya kita akan mendapati anak-anak kita lebih memahami orang lain, melatih empati mereka. Hidup permainan tradisional.